Jumat, 02 November 2012

ARTI ID, EGO DAN SUPEREGO


Dalam pribadi manusia, ada yang disebut dengan ID (naluri), EGO (saya/aku), dan SUPEREGO (norma). Ketiga hal ini akan membantu manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Secara naluriah, manusia akan berusaha bertahan hidup dengan cara apa pun seperti yang disebut di atas, termasuk mempertahankan diri tentang eksistensinya dalam lingkungan.

1. Id merupakan kodrat makhluk. Id adalah naluri makhluk hidup dalam rangka mempertahankan eksistensinya di muka bumi. Bertahan hidup dalam arti yang luas pada dasarnya merupakan segala aspek yang kita lihat di bumi ini. Id pada manusia termasuk naluri untuk berkembang biak, mempertahankan diri dari ancaman, naluri untuk bebas dari rasa lapar dan haus seperti halnya makhluk lain.
Id pada manusia menghasilkan kecenderungan untuk agresif dan terfokus pada pemenuhan kebutuhan jasmani. Id adalah bagian dari sistem yang dihasilkan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhannya.
Id seluruhnya berada pada alam bawah sadar. Id sering ditafsirkan sebagai instink seperti pada hewan. Namun instink berbeda dengan id. Oleh freud id disebut sebagai Triebe atau dalam arti literalnya drive (dorongan). Dorongan inilah yang menurut Freud mengendalikan dan menentukan kemampuan, kualitas dan kapasitas seseorang. Kalau id seseorang itu tinggi, maka kualitas orang tersebut secara keseluruhan dengan sendirinya akan tinggi. Usaha yang dilakukan oleh orang dengan id yang tinggi lebih baik jika dibandingkan dengan usaha yang dilakukan oleh orang yang id-nya rendah. Karena orang dengan id tinggi berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam arti luas dengan lebih baik. Begitu hebatnya id ini menurut Freud sampai-sampai Freud berkata “Man is what his sex is”; Kulitas Laki-laki itu tergantung dari nafsu birahinya. Itu kata Freud.

2. Ego (pribadi) merupakan inti dari kesatuan manusia, dan bila terjadi ancaman terhadap ego hal ini merupakan ancaman terhadap tulang punggung (eksistensi) manusia. Sehingga kegagalan/kekecewaan terhadap pencapaian hal tersebut, atau terusiknya ego manusia, salah satunya diungkapkan dengan marah. 

Selain sebagai bentuk ekspresi emosi, marah juga merupakan satu bentuk komunikasi. Adakalanya orang lain baru mengerti maksud yang ingin kita sampaikan ketika kita marah. Tanpa marah, orang lain malah menganggap kita main-main atau tidak serius. Dalam hal ini, tentunya juga berkaitan dengan masalah budaya. Dalam budaya masyarakat tertentu, suatu bentuk ekspresi seseorang akan dianggap sebagai bentuk ekspresi marah sedangkan dalam budaya masyarakat lain dianggap biasa-biasa saja, salah satu contoh konkretnya adalah logat bahasa.

Contoh lain : dalam pertandingan sepak bola. Tak jarang kita lihat ada pemain yang bersitegang, terutama apabila terjadi pelanggaran. Ketika bersitegang, sikap yang ditunjukkan para pemain Eropa akan berbeda dengan sikap yang diperlihatkan para pemain Indonesia. Dalam kebanyakan pertandingan Liga Eropa yang kita saksikan di televisi, apabila pemain saling bersitegang, mereka beradu mulut dan bahkan saling berhadapan. Mata melotot dan urat-urat leher pun tampak menjadi tegang. Namun, setelah melampiaskan kekesalan dan amarah masing-masing, mereka pun bisa segera melanjutkan pertandingan dengan baik. Adapun di Indonesia, tak jarang kita menyaksikan persitegangan antara dua pemain, namun merembet pada pemain lain sehingga menyebabkan perkelahian massal antarpemain.

3. Superego
Dorongan dari id, menjadi tidak dapat diterima oleh seseorang bukan saja ketika Ego-nya mengantisipasi ketidakmungkinan sementara karena karena kondisi dan keadaan, tapi juga secara lebih permanen. Hal itu disebabkan karena sistem ketiga dari pikiran manusia yang disebut superego. Superego merupakan pengendali dari ego dan id yang bukan berasal dari dalam diri tetapi dari penyerapan standar aturan dan pranata dari pendidikan orang tua.
Superego merupakan bagian kepribadian yang berhubungan dengan etika, standar moral dan aturan. Superego berkembang selama 5 tahun pertama kehidupan sebagai respon dari pendidikan orang tua. Perkembangan superego menyerap tradisi dari keluarga dan lingkungan sekitar. Superego berfungsi sebagai pengendali perilaku atau penyaring rangsangan sosial yang tidak memenuhi standar perilaku.
Dalam bahasa sederhana, Superego sering diterjemahkan sebagai conscience atau suara hati. Pelanggaran terhadap suara hati atau standar superego menghasilkan perasaan bersalah, kegelisahan dan rasa khawatir. Superego terus berkembang seiring dengan pertumbuhan dan pengetahuan pribadi seseorang dimana ia menemukan sosok, sistem aturan atau pikiran-pikiran yang diketahuinya dari pergaulan dalam masyarakat yang lebih luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar